Senin, 30 November 2015

MENJELANG 1 DESEMBER, ORANG PAPUA SUDAH MULAI DITANGKAP

Jayapura, Jubi/mahasiswapapua – “Tidak hanya kebebasan berpendapat yang seringkali diberangus di Papua, namun kebebasan beribadah pun diberangus,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, kepada Jubi Minggu (29/11/2015).

LBH Jakarta, kata Alghiffari mengecam keras penangkapan 17 orang secara semena-mena di Nabire, Sabtu (28/11/2015). 17 warga tersebut sedang membersihkan tempat untuk doa di Taman Bunga Bangsa Papua di Nabire ketika ditangkap. Penangkapan tersebut berkaitan dengan persiapan ibadah untuk tanggal 1 Desember mendatang.


“Polres Nabire melakukan penangkapan tersebut tanpa alasan yang jelas, tanpa surat penangkapan maupun penahanan. Nama orang-orang yang ditangkap tersebut di antaranya Markus Boma, Frans Boma, Habakuk Badokapa, Sisilius Dogomo, Agus Pigome, Matias Pigai, Jermias Boma, Yohanes Agapa, Ales Tebai, Yesaya Boma, Adolop Boma, Matias Adli, Martinus Pigai, Aluwisius Tekege dan 3 orang lainnya,” ujar Alghiffari.
Peristiwa ini menambah deretan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua. Tidak hanya itu, kebebasan beribadah kali ini pun dilanggar. Perlakuan semena-mena Polres Nabire tersebut telah melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan tiap warga negaranya untuk beribadah.
“Baru membersihkan taman untuk berdoa saja sudah ditangkap, apalagi orang-orang yang akan berdemonstrasi pada tanggal 1 Desember nanti? Apa dasarnya polisi menangkap orang yang sedang menyiapkan tempat untuk berdoa?” kecam Alghiffari.
Lanjutnya, rakyat Papua merayakan ekspresi identitas Papua setiap tanggal 1 Desember adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat Papua yang dijamin oleh konstitusi, maka pemerintah Indonesia harus menjaganya. Pemerintah seharusnya melakukan pendekatan dialog, bukan pendekatan represif.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Presiden Jokowi, Kapolda Papua serta Kapolri supaya tidak bertindak represif pada tanggal 1 Desember mendatang. Konstitusi harus ditegakkan.
“Jamin kebebasan berpendapat orang Papua di seluruh Indonesia pada tanggal 1 Desember mendatang!” tegas Alghiffari.
Sebelumnya, dilansir oleh Kantor Berita Antara, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Sabtu malam, mengatakan 17 warga sipil itu ditahan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora”. Namun tak lama berselang, Kapolda Papua ini meralat pernyataannya melalui media yang sama dengan mengatakan 17 warga sipil itu ditahan bukan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora” melainkan karena melawan petugas saat hendak dibubarkan saat melakukan aktivitas di Lapangan Gizi Nabire. Bahkan mereka menyerahkan surat pemberitahuan rencana memperingati HUT Papua Merdeka 1 Desember yang diisi dengan pengibaran bendera “Bintang Kejora”.
Mereka saat itu sedang membersihkan lapangan dan menolak saat hendak dibubarkan, tambah Irjen Pol Waterpauw, seraya menambahkan polisi juga sudah merubuhkan tiang tersebut dengan cara digergaji. (Abeth You/mahasiswapapua)


Kamis, 26 November 2015

HARI KEMERDEKAAN PAPUA BARAT BUKAN UNTUK MENCIPTAKAN KETEGANGAN


Jayapura, Papuamahasiswa – Menjelang 1 Desember yang diperingati sebagian orang asli Papua sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat disikapi legislator Papua Laurenzus Kadepa.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Pemerintahan, Hukum dan HAM itu mengatakan, tak harus menciptakan ketegangan dihari bersejarah untuk orang asli Papua itu. Semua pihak, baik yang pro Merdeka maupun NKRI harga mati harus menahan diri agar tak mengorbankan masyarakat sipil yang tak bersalah.

“Semua kelompok yang ada jangan jadikan momen 1 Desember mengacaukan Papua. Jangan menciptakan ketegangan di masyarakat. Kelompok pro merdeka jika ingin memperingati 1 Desember lakukan dengan tertib, tak menggangu masyarakat lain atau berbuat anarkis. Kelompok pro NKRI jangan menjadikan itu momen menjustifikasi orang,” kata Kadepa via teleponnya kepada Jubi, Kamis (26/11/2015).

Manurutnya, pihak yang ingin merayakan 1 Desember silahkan. Namun harus sesuai aturan yang ada. Kadepa khawatir, jika ada gerakan-gerakan yang dianggap bertentangan dengan hukum, akan jadi celah aparat kemanan melakukan tindakan hukum. Bisa saja berupa penangkapan yang berakhir dengan kekerasan fisik.

“Untuk aparat keamanan, jangan jadikan 1 Desember sebagai alasan menangkap orang, melakukan kekerasan, bahkan mungkin penembakan terhadap warga sipil,” ucapnya.
Katanya, pengalaman selama ini, hari-hari yang dianggap “keramat” oleh orang asli Papua selalu diwarnai dengan penangkapan, kekerasan, bahkan penembakan yang dilakukan oknum tertentu. Baik dari Orang Tak Dikenal (OTK) maupun aparat. kemanan.

“Momen 1 Desember bukan untuk menangkap orang, memukul orang, dan menembak orang. Silahkan aparat kemanan menjalankan tugas dan fungsinya. Namun jangan bertindak semena-mena,” katanya.

Terpisah, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengatakan, jika ada kelompok yang ingin melakukan ibadah pada 1 Desember mendatang dipersilahkan. Namun jangan membuat gerakan yang bertentangan dengan hukum. Misalnya pengibaran bendera Bintang Kejora atau aktivitas lainnya.

“Kami mengingatkan itu tak boleh. Tak diperbolehkan jika ada upaya pengibaran Bintang Kejora dan upacara lainnya. Hanya sebatas berdoa,” kata Waterpauw.
Katanya, jika ada yang kedapatan membawa bendera Bintang Kejora atau melakukan hal lainnya, akan ditangkap dan diproses hukum.
“Kalau ada yang melakukan kegiatan diluar ibadah misalnya upacara dan sebagainya akan dibubarkan,” ucapnya.


Seperti tahun-tahun sebelumnya, Polda Papua bersama jajarannya akan tetap melakukan pengamanan di semua wilayah hukumnya. (Arjuna Pademme) **Mahasiswa Papua

Jumat, 20 November 2015

Pengkaderan Anggota Baru Ikatan Mahasiswa Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar Tahun 2015

 Pengkaderan Anggota Baru Ikatan Mahasiswa
Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar Tahun 2015 



Makassar- Mahasiswa Papua yang tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Papua (IMP UNHAS) dan UNM Makassar, mengadakan acara Penerimaan Anggota Baru tahun 2015. Pada acara pengkaderan kali ini, bertempat di Tanjung Bayang dengan mengangkat tema Membentuk Kader-Kader Pemimpin Yang Berintegritas, Spritualitas Serta Loyal Dalam Berlembaga.

 Pengkaderan adalah suatu proses pembentukan karakter seseorang agar sepaham dengan ideologi ataupun agar orang tersebut mengerti aturan-aturan yang ada dalam suatu kelompok atau organisasi, sehingga orang tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Pengkaderan juga berfungsi sebagai sarana memperkenalkan lingkungan kepada mahasiswa baru dan saling menggenal antar sesama mahasiswa baru maupun senior.

Pengkaderan juga pada hakikatnya adalah sebuah hal yang penting di dalam suatu kelompok ataupun organisasi, agar kelompok atau organisasi tersebut dapat membentuk kader-kader baru yang berkualitas, yang kedepanya akan berguna bagi kelompok atau organsasi tersebut. Karena akan ada regenerasi yang baik di dalam kelompok atau organisasi tersebut karena banyaknya kader-kader yang berkualitas. Pengkaderan yang baik juga akan melahirkan kader-kader yang mempunyai disiplin tinggi dan komitmen yang kuat bagi organisasi atau kelompoknya.

Ketua Panitia Menaser Rumfandu Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin dalam sambutannya mengatakan bahwa, lewat organisasi ini membentuk kita lebih akrap sesama mahasiswa Papua kedua kampus tersebut, tak ada kata kamu dari Papua ini, Papua itu, kita satu untuk Papua dan Papua adalah kita.

Dalam sambutannya Team Perumus Organisasi Mahasiswa Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan Universitas Negeri Makassar (UNM) Anthonnius Cambu S.I.Kom.M.I.Kom. Mengatakan Organisasilah yang membentuk karakter, cakrawala berfikir, berani berbicara kalian dan organisasilah yang dapat ilmu lebih bandingkan kampus jadi berperan aktiflah dalam organisasi maupun lembaga. Benahilah wadah ini dengan kebersamaan dan saling mendorong satu sama lain di rantauan, jika ada kegiatan apapun yang kalian laksanakan jangan pernah lupa menghubungi saya sebagai Team Perumus Wadah ini, Tandas Team Perumus.

Ada Pun Materi-Materi yang Kami Bawakan Saat Pengkaderan:
1. Pengenalan Wadah IMP UNHAS
2. Etika Berorganisasi
3. Kepemimpinan
4. Manajemen Waktu
5. Komunikasi
6. Sejarah Pergerakan Mahasiswa
7. Persidangan

            Materi-materi tersebut di berikan oleh para undangan seperti, Ketua PMKRI Cabang Makassar, Orang Tua wali asal Papua yang sedang tugas belajar di Makassar, serta Senioritas lainnya asal Papua maupun dari luar Papua yang menempuh pendidikan di kota Makassar.
Peserta Pengkaderan
Ada pun jumlah peserta yang di kaderkan pada Pengkaderan Ikatan Mahasiswa Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan Universitas Negeri Makassar adalah  sebanyak 26 Mahasiswa Papua maupun Papua Barat yang masuk di kedua Universitas tersebut pada tahun ajaran 2015/2016.

Tujuan Pengkaderan
 Jika kita mencari bagaimana pengkaderan yang ideal bagi Anggota Baru, maka kita perlu melihat dari tujuan dan esensi dari pengkaderan itu sendiri. Mempererat kebersamaan mahasiswa Papua di rantauan. Kemudian, Adapun tujuan dan esensi pengkaderan secara umum adalah tempat terjadi perkenalan, membina mentalitas sebagai membuat mahasiswa baru lebih mengenal dengan keorganisasian, kampus serta pengenalan antara maba dan senior, membuat mahasiswa baru paham cara belajar yang baik lewat berorganisasi, bangku perkuliahan, dan membuat mahasiswa baru paham dengan kondisi  dalam wadah itu sendiri, kampus, serta lingkungannya. Jadi pengkaderan itu seharusnya lebih menitik beratkan pada bagaimana cara memperkenalkan keorganisasian kepada mahasiswa baru dengan cara yang mendidik tentunya bukan dengan cara yang tidak mendidik maupun memaksa.

 Dalam materi Sejarah Mahasiswa yang di berikan oleh Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar Saferianus Gapur,S.sos atau akrab disapa Nino, mengatakan. Pengkaderan yang ideal bagi mahasiswa baru harus sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu Penggajaran, Penelitian , dan Pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu pengkaderan seharusnya menggedepankan bagaimana membuat mahasiswa itu mendapatkan ilmu yang berguna bagi mereka kedepanya, tetapi tidak harus memaksakan kehendak atau menggurai seseorang apalagi membentak. Tandas Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar Saferianus Gapur, S.sos atau akrab disapa Nino.

 Lanjut Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar, Pengkaderan juga harus membuat mahasiswa baru itu sendiri mengetahui fungsi sebagai seorang mahasiswa dan fungsi sebagai ketua dan jajaran dalam berorganisasi. Karena sebagai mahasiswa bukan hanya mempunyai fungsi akademik tetapi juga banyak fungsi lain. Contohnya mahasiswa berfungsi sebagai agen of change (agen perubahan), social control (pengawal kebijakan pemerintah), moral force (teladan masyarakat). Tetapi semua itu harus di sampaikan dengan cara yang benar sehingga mahasiswa baru dapat mengetahui hakikat dan fungsinya sebagai mahasiswa. Sehingga setelah pengkaderan, mereka dapat mengamalkannya. Pungkas Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar.

 Jadi simpulkan bahwa, pengkaderan yang ideal itu harus sesuai dengan tujuan dan esensi dari pengkaderan itu sendiri, dan juga harus sesuai dengan tri darma perguruan tinggi. Dan yang terpenting pengkaderan harus memanusiakan mahasiswa baru bukan membuat sebuah robot mahasiswa yang selalu patuh pada seniornya. Dan untuk memanusiakan mahasiswa baru, harus di lakukan dengan cara yang manusiawi dan melalui proses pengalaman serta pengamalan yang mulia dan bertanggung jawab, bukan melalui sebuah program pengkaderan yang penuh penyiksaan, tekanan dan doktrin.

Proses Pengkaderan

 Secara keseluruhan, prosesi pengkaderan Ikatan Mahasiswa Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan Universitas Negeri Makassar (UNM) berjalan dengan lancar walaupun ada riak-riak kecil yang terjadi dalam prosesi tersebut misalnya ada pembatasan waktu pengkaderan, ada pula model-model pola pengkaderan baru yang tidak disetujui beberapa anggota hingga adanya larangan senior mengkaderisasi mahasiswa barunya.

Apapun yang terjadi, harapannya semoga pengkaderan bisa menjadi momentum tersendiri bagi Maba untuk mengenal lebih dekat dengan situasi internal organisasi, kampus, maupun lingkungannya, menghargai seniornya dan tentunya berperan aktif dalam keorganisasian maupun perkuliahannya, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawabannya kepada orang tua Bangsa dan Negara.

 Oleh karena itu, dengan adanya kader-kader baru Ikatan Mahasiswa Papua Universitas Hasanuddin (IMP UNHAS) dan UNM Makassar yang baru menyelesaikan proses pengkaderan ini, menjadi kokoh, dalam menjalankan wadah organisasi IMP Unhas dan UNM, agar berupaya untuk menciptakan manusia Papua yang benar trampil di dalam organisasi, kampus, lingkungan serta dalam wadah IMP sendiri. Maka diharapkan untuk menjaga kesatuan mahasiswa Papua di internal IMP Unhas dan UNM Makassar maupun seluruh mahasiswa Papua di kota studi Makassar.

**Penulis Adalah Mahasiswa Papua Unhas di Kota Study Makassar
“PAPUA ADALAH SATU DAN KITA” 

Rabu, 11 November 2015

SEBUAH CERITA TENTANG TANAH PAPUA


Isinga: Sebuah Novel yang Kisah Percintaan Sepasang Kekasih di Tanah Papua

Walaupun tertulis roman papua, tak seluruhnya bercerita tentang percintaan. Pendidikan, culture, sosial budaya, pengaruh dunia luar, posisi wanita, peran pemerintahan, brutalisme pemerintah saat itu, Posisi lelaki dalam masyarakat, alam papua,semua terangkum dengan apik dalam buku ini simple. 

Isinga mempunyai arti “Ibu”, tetapi cerita ini bukan tentang Ibu yang sesungguhnya, tetapi tentang Bumi Papua yang dianggap seperti seorang ibu, dimana seseorang dilahirkan, dibesarkan, dan mendapatkan semua pengalaman hidup. Dimana bumi Papua memenuhi semua kebutuhan masyarakatnya yang dibutuhkan, seperti kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Novel ini menceritakan kisah percintaan sepasang kekasih; Irewa dan Meage. Perjalanan hidup mereka yang jauh dari rencana indah mereka. Kegagalan untuk hidup bersama, dan kebesaran hati Irewa untuk menerima posisinya sebagaiyonime (alat perdamaian) untuk dua suku yang berperang agar tak lagi terjadi perang, membuat Meage memilih pergi dan tak kembali ke Aitubu. Irewa yang di posisikan sebagai seorang Yonime tak mampu melakukan apapun demi masyarakat sukunya, dan dengan berbesar hati menerima keputusan kedua Desa itu walaupun tanpa persetujuannya. Irewa sadar apa yang dia lakukan adalah demi perdamaian dua Desa tersebut. Perjuangan wanita papua dalam kehidupan mereka digambarkan dengan jelas dalam sosok Irewa. betapa hak-haknya hilang sebagai wanita bebas hanya demi kepentingan banyak orang.

Irewa yang akhirnya menerima pernikahan itu, menjadi seorang istri dari seorang laki laki yang bernama Malom yang pada awalnya di tolaknya ketika melamarnya dahulu. Cerita Isinga ini menceritakan bagaimana posisi seorang wanita Papua di tengah tengah masyarakat, dengan segala kewajiban dan haknya sebagai seorang istri. Wanita di Papua seperti seorang pembantu dan budak. Mereka harus melahirkan sebanyak mungkin anak, mengurus anak tanpa bantuan lelaki, memasak, membersihkan ternak babi, mencari betatas untuk mereka makan, menyelam mencari ikan, mencari kayu bakar, membelahnya, merawat sagu, membersihkan semak dan masih banyak hal lagi tanpa boleh mengeluh. What the Hell in Earth this place is!!!

Ada sebuah Tulisan yang membuat sisi feminis saya bergejolak, dan ini adalah posisi wanita sesungguhnya yang berada di Papua:

Perempuan yang baik itu mesti pendiam. Tidak pernah mengeluh. Tidak pernah protes. Tidak pernah membantah. Tidak pernah bersedih. Tidak pernah bicara kasar. Tidak pernah menyakiti hati orang lain. Tidak suka bertengkar. Tidak pernah marah. Tidak pernah mendendam. Tidak pernah punya perasaan dengki pada orang lain. Senang membantu orang lain. Tidak mengeluh kalau ada kesulitan. Tidak pernah bicara kasar. Bersuara lembut. Tidak pernah berkelahi. Tidak suka mencari masalah. Tidak senang menyalahkan orang lain. Tidak pernah menjengkelkan orang lain. Tidak pernah membicarakan orang lain. Tidak pelit. Tidak serakah. Tidak melakukan hal hal buruk, tidak terpuji. Sabar.

 Tabah. Hidup yang baik. Bekerjalah dengan giat. Memiliki pengetahuan. Bisa menunjukkan ketrampilan tangan kiri. Bisa menunjukkan ketrampilan tangan kanan. Selalu menyiapkan makanan untuk keluarga. Menghidangkan hasil kebun dengan setulus hati. Peremopuan harus bisa mengurus suami dengan baik. Mengurus keluarga dengan baik. Mampu bergaul ke semua orang dengan baik. Budi bahasa baik. Tutur kata manis. Perempuan harusselalu gembira seperti burung eke yang berwarna merah dan  burung holiang yang berwarna hijau. 

Tulisan di atas adalah nyanyian nasehat untuk wanita suku Hobone. Betapa mereka dituntut sedemikian tingginya untuk menjadi perempuan yang sempurna di Hobone. I am sure I will not be a good woman in Hobone if the criteria are like above. Lalu apa peran laki laki disana??? apakah hanya berperan memberikan spermanya untuk menjadikan nya anak, kemudian begitu saja melepas kewajibannya untuk mendukung istri??? Pertanyaan itu membuat saya cukup mengelus dada, dan bersyukur sebenarnya. Bahwa saya masih diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan, merasakan kesetaraan laki laki dan wanita, dimana saya berhak menuntut laki laki untuk juga bekerja, bukan dengan alasan melepaskan kemandirian lalu bersandar sepenuhnya terhadap sang wanita. 

I will not be able to stand for a man like that!

Kehidupan suku Hobone, Aitubu, keadaan primitive masyarakat disana, tergambarkan dengan gamblang. Betapa upacara upcara, kegiatan adat, perilaku mereka dalam berperang, kebengisan tentara ketika melakukan pembantaian terceritakan dengan detail seperti kita terseret melihat dengan mata kita sendiri, terkadang membuat bergidik. Bagaimana pemerintahan kala itu sangat otoriter, dan kejam terhadap suku suku pedalaman, hingga tega membantai suku yang tak mengikuti perintah. What the hell in Earth at that time!! Bukan memberikan pengayoman, tapi lebih memberikan teror yang menakutkan. Ketakutan terhadap gerakan memerdekakan daerahnya membuat pemerintah berlaku keras terhadap mereka. Alih alih berdiskusi tentang baik buruk, pemerintah lebih memilih bertindak diktator. 

Megae yang akhirnya ditinggal menikah oleh Irewa, melanjutkan hidupnya jauh meninggalkan sukunya, dan menetap di suku yang lain. Megae adala seorang pemuda suku Aitubu yang mendapatkan pendidikan dasar dalam sekola setahun yang didirikan oleh seorang Dokter di suku pedalaman tersebut. Pengetahuan dasar tentang kedokteran menjadikannya dipercaya oleh masyarakat lain. 

Ketelitian penceritaan alam papua begitu menggoda, sehingga membawa kita seperti memasuki hutan hutan papua, merasakan beratnya hidup di antara keterbatasan fasilitas, tekanan pemerintah, ketakutan peperanga, tapi juga membuat kita merasa betapa sederhanya hidup disana, betapa kecilnya manusia ditengah kehidupan hutan. 

Keadaan masyarakat papua pada saat itu yang sangat primitif membuat mereka tidak mengenal apa itu pendidikan. Pendidikan dalam sekolah setahun yang Irewa dan Meage rasakan membuat mereka lebih bijak dalam melihat kehidupan, mengambil keputusan, dan berpikir jauh ke depan. 

Pengaruh dunia luar yang datang digambarkan dengan simple, dengan sederhana, bagaimana pengaruh itu membuat perubahan yang cukup signifikan dalam tata cara bermasyarakat mereka, bagaimana membuat mereka berubah cara pandang dalam hidup. 

Novel ini Indah. Membawa kita melihat dunia lain selain dunia fancy yang kita nikmati saat ini. **Papuamahasiswa

 

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com