Minggu, 13 Maret 2016

Boleh Mabuk Tapi Dengan Syarat






Kita semua, kecuali para pengkonsumsi minuman keras, pasti sepakat bahwa mabuk-mabukan adalah sebuah hal yang buruk. Tindakan itu dinilai dan divonis sebagai sebuah tindakan yang bertentangan dengan etika dan moral kehidupan serta merusak fisik dan psikis pemabuk sendiri (dan secara tidak langsung orang lain). Dengan alasan etika, moral dan kesehatan, maka banyak pihak melarang mabuk-mabukan.

Bahkan pemabuk oleh banyak pihak dianggap sebagai sampah masyarakat. Tetapi perlu diakui bahwa hingga kini belum ada jurus jitu dan orang yang mampu menghentikan pemabukan. Segala larangan mengkonsumsi minuman keras yang dikumandangkan dimana-mana dan berbagai tindakan pelarangan dan pencegahannya menjadi nihil semua.
Tindakan tersebut justru dari waktu ke waktu semakin meningkat; dengan meningkatnya jumlah jenis minuman keras dan pengkonsumsinya. Bahkan minuman keras justru menjadi kebutuhan (pokok) bagi banyak orang, sehingga alkoholisme (paham yang mendewakan minuman keras) semakin hari semakin diterima sebagai hal yang lumrah bagi kebanyakan orang.

Secara khsusu di Papua, jika tidak ada jurus jitu dan orang yang mampu menghentikan mabuk-mabukan, lalu bagaimana sebaiknya menyikapi fenomena ini? Selain tetap menyerukan dan mengutuk tindakan mabuk-mabukan, melakukan penegakan hukum, dan tindakan lainnya, barangkali cara lain perlu dicoba. Saya mengusulkan yang dimaksud dengan cara lain tersebut adalah boleh mabuk tetapi dengan syarat. Ada dua hal yang perlu dipahami disini.

Pertama, mengapa boleh mabuk? Seakan-akan saya mengizinkan dan melegalkan mabuk-mabukan, tetapi kita juga perlu mengakui bahwa kita semua tak mampu menghentikan mabuk-mabukan. Karena itu, selain kita terus melarang mabuk-mabukan dengan berbagai cara, kita juga sebaiknya membiarkan orang yang suka mabuk-mabukan (selama tidak mau menyadarinya) untuk tetap mabuk.

Kedua, mengapa dengan syarat? Hal ini sesungguhnya untuk menjerat para pemabuk untuk mencapai dua tujuan; pertama, memberatkan mereka agar dapat menyadari kemudian mengurangi atau menghentikan tindakan mabuk-mabukannya, dan kedua, agar dibalik dosa mabuk-mabukan yang dilakukannya (yang merugikan dirinya dan orang lain) mereka juga dapat melakukan kebaikan (istilahnya melakukan kesalahan sekaligus kebaikan, untuk menjaga keseimbangan hidup).
Lalu apa syaratnya?

Pertama, tempat-tempat penjualan minumas keras ditertibkan, baik minuman keras yang didatangkan dari luar Papua (Impor) maupun minuman keras lokal. Penertiban dilakukan dengan memberikan izin resmi kepada pihak-pihak tertentu saja agar mudah diawasi. Sementara kepada pihak-pihak yang hendak menjual minuman keras harus mendaftarkan diri kepada pemerintah dengan wajib memenuhi sejumlah pesyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Para pihak penjual yang tidak memenuhi persyratan dan melanggar ketentuan wajib ditindak tegas dengan mencabut izin penjualan, dan bila perlu dikenakan sanksi pidana tertentu.

Kedua, pengaturan harga minuman keras untuk kebaikan sosial. Maksudnya adalah setiap minuman keras ditentukan dengan harga tertentu, dimana 30-50 persen uang dari setiap minuman keras yang dibeli dipertuntukkan sebagai sumbangan sosial yang oleh penjual minuman keras disetor kepada pemerintah dan kemudian pemerintah memperuntukkannya bagi kaum miskin (pembangunan masyarakat miskin). Dengan cara ini, di satu sisi setiap pembelian minuman keras dapat memberikan keuntungan financial kepada masyarakat miskin walaupun pemabuk, tetapi dapat menyumbangkan kebaikan. 

Disisi lain harga minuman yang tinggi (karena harganya dilipatgandakan untuk kepentingan sumbangan sosial), orang yang hendak mengkonsumsi minuman keras juga akan merasa tidak mampu membeli minuman keras, sehingga tentu akan menekan jumlah pemabuk (orang yang tidak punya uang jangan coba-coba mabuk, sebaiknya sedikit uang yang dimilikinya digunakan untuk membeli barang yang lebih dibutukan dari pada minuman keras).

Ketiga, penegakan hukum dan kepedulian sosial. Pemerintah sebagai pihak yang merancang, menjalankan dan mengawal program boleh mabuk tapi dengan syarat harus konsisten untuk menegakan hukum yang berkaitan dengan pengaturan-pengaturan mengenai hal ini. Sementara masyarakat harus mendukung pemerintah agar program dan penegakan hukum terhadap implementasi program ini dapat terlaksana dengan baik.


Tentu program boleh mabuk tapi dengan syarat ini membutuhkan tindaklajutnya. Tetapi jika hendak diakui, disetujui dan diimplementasikan, saya menyarankan agar semuanya itu tidak lepas dari tiga syarat pokok yang telah dikemukakan diatas. Sehingga maksud dari gagasan ini nantinya dapat tercapai

By Mahasiswa Papua di Makassar 

Rabu, 24 Februari 2016

HUT ASRAMA CENDERAWASI MAHASISWA PROVINSI PAPUA DI KOTA STUDI MAKASSAR




Solidaritas. Com.HUT Asrama Cenderawasi 4 Makassar yang jatu Pada  Hari ini tanggal 19 jumat Tahun 2016. Dalam merayakan ulang tahun Asrama ini, Penngurus asrama Cenderasi Makassar Nas Murib membentuk panitia untuk menjalangkan persahabatan melalui Turnamen Futsal yang berlangsung pada hari jumat tanggal 19 ini .
Hut Asrama Cenderawasi 4 Mahasiswa Provinsi Papua, merayakan hari hut Asrama Papua yang ke I, melalui kegiatan turnamen Futsal yang dibukakan oleh ketua Asrama Papua Nas murib pada Tggl 19 februari 2016 dari jam 8 00.wita,  mulai  acara pembukaan bersama dengan seluru tim pemain dan seluru Mahasiswa Papua acara ini   berlangsung dari tggl 19 sampai selesai  pada hari sabtu tgl 20 besok. Turnamen ini akan berlansun selama dua hari jumat dan hari saptu hal itu di sampaikan oleh ujar Panitia Pelaksana Alfons Heru Gobai dalam wawancara nya.
Berlangsungnya kegiatan turnamen futsal dalam rangka memperingati hari hut ulang tahun asrama provinsi papua di kota studi Makassar yang ke 1. Dalam kegiatan ini selaku badan pengurus asrama provinsi papua di kota studi maksassar Nas Murib menjampaikan bahwah dalam turnamen ini untuk menjaga tali persahabatan dari sorong sampai merauke yang ada di kota Makassar yang disampaikan oleh ujar badan pengurus asrama papua nas murib.
Selama persiapannya kegiatan turnamen futsal ini  kami  dari badan pengurus membentuk sebagai  panitia Heru Gobai dan ferenggi kosay  untuk mengkodinir serta menjalankan kegiatan perayaan hut ke I ini dan kegiatan ini kami disponsori dari bank papua sebesar 500.000 dan hasil dari sumbangan sukarelawan membentuk bazar  penyewaan aula asrama papua   sehingka kami bisa mengadakan kegiatan turnamen  yang sedang berjalan guna untuk merayakan hut ke I serta membagun solidaritas mahasiswa papua mulai dari sorong sampai merauke.
Dalam kegiatan ini pun selaku panitia Heru gobai menyampaikan bahwa dalam  kegiatan ini ada 20 lebih tim yang akan main  dan setiap tela mendaftarkan diri dara berbagai macam organisasi papua termasuk bank papua dan ujat panitia heru gobai juka menyatakanya di dalam wawancarantya berlang bahwa pendaftaran tim kami buka  Rp 350.000 sehingga kami dari panitia juka mengharapkan supaja setiap tim yang akan bertanding kalah dan menangnya tidak jadi persoalan namun yang penting adalah kebersamaan kekompakan kita Mahasiswa papua sorong sampi dengan merauke yang ada di Makassar.

Selasa, 02 Februari 2016

Perlu Belajr Dari St. Blasius

St. Blasius 

St. Blasius hidup pada abad keempat. Sebagian mengatakan bahwa ia berasal dari sebuah keluarga kaya dan menerima pendidikan Kristiani. Semasa remaja, Blasius memikirkan tentang segala permasalahan serta penderitaan yang terjadi pada masa itu. Ia mulai menyadari bahwa hanya sukacita rohani saja yang dapat membuat seseorang merasakan kebahagiaan sejati. Blasius menjadi imam dan kemudian diangkat menjadi Uskup Sebaste di Armenia yang sekarang adalah Turki. Dengan segenap hati, Blasius bekerja keras untuk menghantar umatnya menjadi kudus dan bahagia. Ia berdoa dan berkhotbah; ia berusaha menolong semua orang.

Ketika Gubernur Licinius mulai menganiaya umat Kristiani, St. Blasius ditangkap. Ia dibawa untuk dijebloskan ke dalam penjara dan dihukum penggal. Dalam perjalanan, umat berkumpul di sepanjang jalan untuk melihat uskup mereka yang terkasih untuk terakhir kalinya. Blasius memberkati mereka semuanya, bahkan juga orang-orang kafir. Seorang ibu yang malang bergegas datang kepadanya. Ia memohon Blasius agar menyelamatkan anaknya yang hampir tewas tercekik duri ikan yang tertelan di tenggorokannya. Orang kudus itu membisikkan doa dan memberkati sang anak. Mukjizat terjadi, sehingga nyawa anak itu dapat diselamatkan. Oleh karena itulah St. Blasius dimohon bantuan doanya oleh semua orang yang menderita penyakit tenggorokan.

Pada hari pestanya, tenggorokan kita diberkati. Kita mohon bantuannya untuk melindungi kita dari segala macam penyakit tenggorokan. Dalam penjara, uskup yang kudus ini mempertobatkan banyak orang kafir. Tidak ada siksaan yang dapat membuatnya mengingkari imannya kepada Yesus. St. Blasius dihukum penggal kepalanya pada tahun 316. Sekarang ia ada bersama Yesus untuk selama-lamanya.

Masing-masing dari kita merasakan adanya kebutuhan untuk disembuhkan dalam bidang-bidang tertentu dalam hidup kita. Pada hari ini, undanglah Tuhan untuk masuk ke dalam ruang-ruang tersebut dan nikmatilah penghiburan atas kehadiran-Nya.







Senin, 28 Desember 2015

Polda Papua : Ada Petugas Polsek Yang Bantu TPN/OPM Serang Polsek Sinak

Polda Papua menduga, penyerangan Mapolsek Sinak, Kabupaten Puncak, oleh kelompok bersenjata yang terjadi pada Minggu (27/12/2015) malam sudah direncanakan sebelumnya.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Patrige Renwarin mengatakan, hasil penyelidikan awal menunjukkan adanya keterlibatan DK, seorang tenaga bantuan operasional yang sudah bekerja di Mapolsek Sinak selama 4 tahun.

Saat kejadian, menurut Patrige, DK berperan membuka pintu belakang Mapolsek Sinak sehingga sekitar 25 pelaku penyerangan masuk ke Mapolsek Sinak dan menembaki lima anggota yang sedang berjaga sambil menonton televisi.

“Sempat terdengar bunyi tembakan dari arah belakang Mapolsek, dan puluhan anggota kelompok bersenjata masuk ke Mapolsek menembaki lima anggota yang memang agak lengah,” ungkap Patrige dalam keterangan pers di Mapolda Papua, Senin (28/12).

Setelah membantu kelompok bersenjata ini, DK pun menghilang. Dia diduga turut kabur bersama pelaku. Dalam kejadian itu, menurut Patrige, dua anggota Polsek Sinak berhasil meloloskan diri. Bripda Rian, yang tertembak di lengan, kabur melalui ruangan Kapolsek Sinak dan melompat lewat jendela, sementara Briptu Dumapa berhasil kabur menerobos, lalu lompat keluar Mapolsek Sinak.

Keduanya kabur ke Makoramil Sinak untuk meminta bantuan. Sementara itu, tiga anggota Polsek Sinak lainnya yang sudah terkepung meninggal di tempat setelah diberondong tembakan anggota kelompok kriminal bersenjata.

“Briptu Muhammad Rasyid Ridho, Bripda Muhammad Armansyah, dan Bripda Ilham meninggal di tempat setelah sebelumnya dalam kondisi terkepung diberondong tembakan anggota kelompok kriminal bersenjata,” imbuh Patrige.

Ketiga jenazah, menurut Patrige, saat ini masih berada di Sinak, dan rencananya akan dibawa ke Jayapura menggunakan dua pesawat yang dicarter Polda Papua.

Nantinya, ketiga jenazah langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura guna otopsi untuk mengetahui jenis amunisi yang dipakai kelompok kriminal bersenjata.

“Setelah diotopsi, jenazah akan disemayamkan di Mako Brimob sebelum diserahkan ke keluarga masing-masing di Sorong, Tual, dan Jayapura,” ungkap Patrige.

(Kompas)


 

Selasa, 15 Desember 2015

TERPILIH KARENA IA PANTAS JADI PEMIMPIN DAN PEMIMPIN BUKANLAH BOSS

Tidak Bisa Diganggu Gugat Oleh Siapapun Dia, Sebab Suara Hari Rakyat Sudah Nyatakan Telah Memilih Orang Yang Tepat Untuk Memimpin Nabire  




















Betapa orang sering gagal untuk menjadi pemimpin karena mereka tidak berlaku sebagai pemimpin melainkan berlaku sebagai Boss. Menjadi seorang "Pemimpin" dan bukan menjadi "Boss" apakah perbedaan antara Pemimpin dengan Boss? Mari kita amati bersama perbandingan yang diberikan oleh Gordon Selfridge antara orang yang bertipe Pemimpin dan orang yang bertipe Boss. Seorang boss mempekerjakan bawahannya, tetapi seorang pemimpin mengilhami mereka. Seorang boss mengandalkan kekuasaannya, tetapi seorang pemimpin mengandalkan kemauan baiknya. Seorang boss menimbulkan ketakutan, tetapi seorang pemimpin memancarkan kasih terhadap sesama tanpa memandang etnis ras suku dan Agama. Seorang bos mengatakan AKU, tetapi seorang pemimpin mengatakan KITA.

Seorang boss menunjuk siapa yang bersalah, tetapi seorang pemimpin menunjuk apa yang salah. Seorang boss tahu bagaimana sesuatu dikerjakan, tetapi seorang pemimpin tahu bagaimana mengerjakannya. Seorang boss menuntut rasa hormat, tetapi seorang pemimpin membangkitkan rasa hormat. Seorang boss berkata PERGI! tetapi seorang pemimpin berkata MARI KITA PERGI! Maka jadilah kita seorang Pemimpin dan bukan seorang Boss.

             Ketika Yesus membasuh kaki murid muridnya Ia bertanya, "Mengertikah kamu apa yang telah Ku perbuat kepadamu?" Yesus adalah GURU dan TUHAN kita. Kata GURU dan TUHAN menunjukan bahwa Yesus ada pada level yang lebih tinggi dari pada murid muridnya karena Ia tidak hanya mengajari atau memerintah mereka dengan kata kata tetapi Ia memberikan contoh terlebih dahulu bagaimana seharusnya melakukannya. Jadilah seorang Pemimpin, bukan seorang Boss.


Simpulkan bahwa, mereka yang praktekkan dalam karyanya sebagai Pemimpin dan Boss dan yang pahami tentang Pemimpin itu sendiri, maka jalan hidup mereka akan membuka lebar dan panjang untuk nyatakan mimpinya dalam perjuangan hidup mereka. Memimpin adalah melayani, namun melayani belum tentu memimpin. Yang tidak mau melayani, tidak boleh dan tidak berhak memimpin. Pemimpin adalah pelayan, namun pelayan belum tentu pemimpin. Yang tidak rela menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin.

Kiranya Allah menolong Anda dan saya untuk melepaskan diri dari jerat kuasa, dan dalam anugerah-Nya dimampukan untuk menjadi pemimpin sejati dengan melayani sesama.

Sabtu, 12 Desember 2015

Hentikan Kekerasan Negara Indonesia, Biarkan Papua Menentukan Nasib Sendiri


”Kehadiran Negara adalah Untuk menjamin keamanan, kenyamanan dan kemerdekaan Warga Negara, tapi yang terjadi di tanah Papua jusrtu Negara menjadi alat untuk menginjak-injak Hak dan kekebasan masyarakat Papua”
mahasiswapapua – Di tanah yang subur Indonesia ini menumpahkan darah menjadi sesuatu yang lumrah terdengar ditelinga. Banyaknya konflik yang harus berakhir pada kematian, serta segala bentuk kekerasan Aparatur Negara (TNI/POLRI) tidak pernah berhenti di Tanah air tercinta Indonesia yang mulai amnesia. Papua sangat bisa menjadi sampel betapa Kekuatan aparatur Negara telah menjadi sesuatu yang setiap saat mengancam hidup masyarakat. Kemerdekaan Indonesia yang telah diraih 70 tahun yang lalu, faktanya tidak dirasakan oleh masyarakat di Papua.

















Massa aksi membentangkan spanduk tuntutan
Sejak 1961 hingga saat ini Papua terus menumpahkan darah, pada Desember 2014 sampai November 2015 tercatat lebih dari 10 kasus yang dilakukan oleh Aparat Negara (TIN/POLRI) di seluruh wilayah Papua, tercatat sekiranya terdapat 21 nyawa orang Papua melayang dan lainya mengalami luka tembak dan harus dirawat di Rumah sakit secara intens. Kasus tersebut diantaranya ; penembakan terhadap empat siswa SMA di lapangan Karel Gobay, Enoratali pada 8 Desember 2014, kasus yang terjadi Yahukimo pada bulan maret 2014, kasus di Nabire pada April 2015, kasus yang terjadi di Ugapuga, Dogiyai pada 25 Juni 2015, kasus penembakan 11 anak muda di Tolikara pada 17 juli 2015, kasus di Koperapoka 28 Juli 2015, kasus penembakan di Mimika pada Agustus 2015, kasus penembakan dua pelajar SMK di Mimika pada 28 September 2015 (Papuapost.wordpress.com).



Salah satu Massa aksi yang memegang Poster Kekerasan Aparat di Papua
Beberapa organisasi Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Papua (SUP), harus turun kejalan untuk meluapkan kekesalan dan kemarahannya terhadap Pemerintah Indonesia, yang sampai hari ini belum menuntaskan pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Papua. Pemerintah sepertinya memandang sebelah mata Masyarakat Papua dan menutup mata atas kasus pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap masyarakat sipil di Papua.
Aksi yang dilakukan hari ini (Kamis, 10/12/2015) di depan Pintu 1 Universitas Hasanuddin, Jln. Perintis KM 7 Makassar, menuntut beberapa hal yaitu : 1) Tuntaskan Pelanggaran HAM Yang Ada Di Papua, 2) Biarkan Rakyat Papua Menentukan Nasibnya Sendiri, 3) Tutup Semua Perusahaan Multinasional Yang Ada Di Papua, 4) Tarik TNI dan POLRI Dari Tanah Papua, 5) Kecam Tindakan Represifitas Aparat Terhadap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Di Jakarta, 6) Hentikan teror militer (TNI/Polri) terhadap Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Papua, 7) Tolak segala produk politik pemerintah Indonesia yang ada di papua, termasuk program UP4B, 8) Tuntaskan kasus penembakan 4 siswa pada tanggal 8 Desember 2014 di Kab. Paniai. 


Rabu, 09 Desember 2015

SOLIDARITAS MAHASISWA PAPUA UNJUK RASA DEPAN PINTU SATU UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Papua Adalah Kita !!

Solidaritasmahasiswa - Tepat hari selasa (1/12/15) yang lalu kembali terjadi tindakan represif oleh anggota kepolisian terhadap Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua. Aksi yang digelar di Bundaran HI Jakarta ini merupakan aksi memperingati HUT West Papua yang ke-54. Menurut data yang dilansir oleh beberapa media bahwa terdapat 3o6 Mahasiswa yang ditahan oleh POLDA Metro Jaya. Tidak hanya itu, perlakuan aparat kepolisian mengkibatkan beberapa orang massa aksi terluka parah. Niko Suhun terkena timah gas air mata  dileher dan jatuh di tempat, akibatnya Nuhun mengalami kritis dan dirawat di RumahSakit (RS), Demison Wakur terkena tabung gas air mata di kepala dan jatuh di tempat. Arif ditendang dipaha dan mengalami pembengkakan, Zeth Tabuni dikepung dan dikeroyok oleh polisi. Akibatnya, pelipis mata Zeth pecah. Zeth dikeroyok saat berusaha menolong Niko.
Kecaman atas tindakan Refresif Polisi
Kecaman atas tindakan Refresif Polisi
Tindakan yang dilakukan pihak Kepolisaan tersebut mendapatkan banyak kecaman dari berbagai penjuru Indonesia. Tidak tinggal diam Mahasiswa di Makassar,  juga membangun solidaritas untuk kawan-kawan mereka yang mendapat refresifitas. Pada hari senin (7/12/2015) Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Mahasiswa Papua (SUMPA) menggelar aksi di depan pintu 1 Universitas Hasanuddin. Dalam aksinya, mereka mengecam tindak represif aparat kepolisian dan pembugkaman Demokrasi yang terjadi beberapa hari yang lalu di Jakarta.
Aksi Solidaritas ini bertujuan untuk mengabarkan kepada semua orang bahwa Orang Papua juga saudara kita, ujar Ray salah satu massa aksi. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa “Aksi yang kami lakukan hari ini adalah awal untuk sebuah gerakan besar yang membuktikan bahwa pelanggaran HAM masih saja merajalela, bukan hanya di Papua bahkan disemua daerah mengalami hal tersebut. Contohnya ketika aksi buruh menolak PP No 78 tentang Pengupahan yang juga dibubarkan paksa oleh polisi. Beberapa hari kedepan kami akan kembali turun ke jalan untuk menyuarakan hak-hak kami dan hak saudara kami di Papua, tutupnya.
Orasi oleh salah satu massa Aksi, Mengecam tindakan Refresif Polisi terhadap Kawan Kawannya di Jakarta pada Selasa lalu (1/12/15)
Orasi Andi Yeimo massa Aksi, Mengecam tindakan Refresif Polisi terhadap Kawan Kawannya di Jakarta pada Selasa lalu (1/12/15)
Dalam aksi yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, massa aksi juga membagikan selebaran dan memasang spanduk disekitar jalan yang berisikan tuntutan mereka. Bahkan aksi solidaritas yang dilakukan sempat membuat polisi yang mengatur lalu lintas di lokasi tersebut naik darah. Hal tersebut di ungkapkan Maiky kepada reportercaka, itu orang yang disana (sambil menunjuk seorang polisi yang tidak berseragam)“na ancam ka‘, nabilang “we mundur-mundur, jangan terlalu masuk di jalan, dari pada saya hambur aksimu” ”.
Terdapat beberapa poin yang menjadi tuntutan mereka yaitu : 1). Tutup semua perusahaan asing multinational corporation yang beroperasi di Papua, 2). Tarik mundur TNI dan Polri dari tanah Papua, 3) Menolak semua bentuk produk politik yang diberikan pemerintah Indonesia ke Papua seperti UP4B. Menurut Kristian Degei dengan suara lantang, bahwa selama ini Papua hanya dijadikan lahan eksploitasi Perusahaan Asing dan menjadikan Orang Papua sebagai “anak tiri” Indonesia. Oleh sebab itu biarkan kami Papua menentukan nasib sendiri.
Aksi Solidaritas Untuk Mahasiswa Papua (SUMPA), (7/12/15)
Orasi oleh Kristian Degeibo Aksi, Mengecam tindakan Refresif Polisi terhadap Kawan Kawannya Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jakarta  (SUMPA), (7/12/15)

Selasa, 01 Desember 2015

Ini Sikap KNPB Dari Bumi Amungsa Tempat Perampok Freeport Beroperasi

















Ini sikap KNPB, dari bumi Amungsa, tempat perampok Freeport beroperasi, saya dan rakyat West Papua mengecam keras tindakan biadab aparat kolonial Indonesia di Jakarta di bawa pimpinan Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya, yang secara brutal telah memukul, menangkap ratusan Mahasiswa Papua dan menembak Mahasiswa Niko Suhun. Kami juga mengecam Tito Karnavian yang merupakan aktor berbagai aksi teror di West Papua yang telah menewaskan banyak aktivis dan rakyat sipil Papua. Kekerasan terhadap gerakan demokratis mahasiswa ini sejalan dengan pernyataan Tito Karnavian bulan Oktober lalu bahwa' "Polisi melanggara HAM itu boleh".


Hari ini, Tito Karnavian dan aparat brengsek di pusat ibukota kolonial Indonesia, membuktikan dan menyatakan kepada seluruh dunia tentang wajah kekerasan penguasa kolonial Indonesia yang sedang diterapkan di West Papua. Kami sudah menduga dari jauh hari bahwa penguasa kolonial mengkondisian opini publik, dengan menjadikan 1 Desember sebagai momok yang berdarah-darah, karena suudah berjalan tindakan penangkapan, penculikan, dan penembakan sebelum tanggal hari ini, 1 Desember 2015. Kasus penculikan di Sentani oleh Kopassus, kasus penodongan di Kota Raja oleh Brimob, hingga penembakan di Mamberamo dan Serui tadi malam adalah real militerisme yang terstruktur.


Publik nasional Indonesia dibodohi dengan pembohongan publik yang dilakukan oleh para jenderal ini, yakni Paulus Waterpau yang membuat pernyataan para pembersih lapangan ibadah di Nabire mengibarkan bendera, lalu hari ini di Jakarta melalui media detik.com bahwa alasan membubaran aksi karena Mahasiswa membawa bendera bintang fajar. Inilah pembohongan yang dilakukan untuk memuluskan kepentingan ketenaran, jabatan, dan uang operasional TNI dan Polri. Inilah budaya para jenderal perusak kemanusiaan dunia yang harus dilawan oleh rakyat tertindas di Indonesia, maupun dunia tanpa batas keyakinan politik masing-masing.


Yang harus dipahami oleh siapapun makluk di dunia ini adalah bahwa kebenaran sejarah tidak dapat dihilangkan dengan bedil senjata. Siapapun dan apapun gerakannya, penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan ekspresi politiknya harus dilindungi oleh negara manapun di dunia ini. Apalagi rakyat West Papua, diatas wilayahnya, yang dimana kolonialisme dan kapitalisme telah meraup kepentingan ekonomi dari sumber daya alam Papua. Bahwa rakyat West Papua hari ini yang kau korbankan tidak berjuang untuk meminta bagi hasil Freeport yang kau ributi hari demi hari dengan kerakusanmu yang menggila. Rakyat West Papua tidak butuh itu. Mereka berdiri di depan gedung-gedung mewah di Jakarta yang kau bangun dengan kekayaannya hari ini untuk tujuan menuntut hak politik yang kau curi 19 hari setelah deklarasi manifesto politik 1 Desember 1961.


Ingatlah penjajah, hari ini, diatas negeri ini, aktivitas pemerintahan kolonialisme tidak berjalan alias libur bersama untuk memperingati dan menghormati hari dimana 54 tahun lalu kami medeklarasikan diri sebagai sebuah bangsa dan negara. Rakyat West Papua yang kau jajah dengan sesadar-sadarnya telah bersiap untuk menentukan nasib mereka sendiri. Tentu kau tidak akan berhasil menghalangi darah juang segenap rakyat West Papua yang semakin muak dengan tidakanmu. 


Dengan tidakanmu hari ini kau sendir telah menyatakan kepada dunia bahwa kami bukan bagian dari bangsa Indonesia, tetapi benar bahwa kami bangsa Papua. Itu jugalah yang akan menjadi alasan kenapa kami akan terus memberontak melawanmu hingga titik darah penghabisan.
Kami pasti menang!

Dari kami yang kau jajah, di tempat yang kau rampok. Bumi Amungsa, Timika, West Papua
Victor Yeimo 
Ketua Umum KNPB


Senin, 30 November 2015

MENJELANG 1 DESEMBER, ORANG PAPUA SUDAH MULAI DITANGKAP

Jayapura, Jubi/mahasiswapapua – “Tidak hanya kebebasan berpendapat yang seringkali diberangus di Papua, namun kebebasan beribadah pun diberangus,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, kepada Jubi Minggu (29/11/2015).

LBH Jakarta, kata Alghiffari mengecam keras penangkapan 17 orang secara semena-mena di Nabire, Sabtu (28/11/2015). 17 warga tersebut sedang membersihkan tempat untuk doa di Taman Bunga Bangsa Papua di Nabire ketika ditangkap. Penangkapan tersebut berkaitan dengan persiapan ibadah untuk tanggal 1 Desember mendatang.


“Polres Nabire melakukan penangkapan tersebut tanpa alasan yang jelas, tanpa surat penangkapan maupun penahanan. Nama orang-orang yang ditangkap tersebut di antaranya Markus Boma, Frans Boma, Habakuk Badokapa, Sisilius Dogomo, Agus Pigome, Matias Pigai, Jermias Boma, Yohanes Agapa, Ales Tebai, Yesaya Boma, Adolop Boma, Matias Adli, Martinus Pigai, Aluwisius Tekege dan 3 orang lainnya,” ujar Alghiffari.
Peristiwa ini menambah deretan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua. Tidak hanya itu, kebebasan beribadah kali ini pun dilanggar. Perlakuan semena-mena Polres Nabire tersebut telah melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan tiap warga negaranya untuk beribadah.
“Baru membersihkan taman untuk berdoa saja sudah ditangkap, apalagi orang-orang yang akan berdemonstrasi pada tanggal 1 Desember nanti? Apa dasarnya polisi menangkap orang yang sedang menyiapkan tempat untuk berdoa?” kecam Alghiffari.
Lanjutnya, rakyat Papua merayakan ekspresi identitas Papua setiap tanggal 1 Desember adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat Papua yang dijamin oleh konstitusi, maka pemerintah Indonesia harus menjaganya. Pemerintah seharusnya melakukan pendekatan dialog, bukan pendekatan represif.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Presiden Jokowi, Kapolda Papua serta Kapolri supaya tidak bertindak represif pada tanggal 1 Desember mendatang. Konstitusi harus ditegakkan.
“Jamin kebebasan berpendapat orang Papua di seluruh Indonesia pada tanggal 1 Desember mendatang!” tegas Alghiffari.
Sebelumnya, dilansir oleh Kantor Berita Antara, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Sabtu malam, mengatakan 17 warga sipil itu ditahan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora”. Namun tak lama berselang, Kapolda Papua ini meralat pernyataannya melalui media yang sama dengan mengatakan 17 warga sipil itu ditahan bukan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora” melainkan karena melawan petugas saat hendak dibubarkan saat melakukan aktivitas di Lapangan Gizi Nabire. Bahkan mereka menyerahkan surat pemberitahuan rencana memperingati HUT Papua Merdeka 1 Desember yang diisi dengan pengibaran bendera “Bintang Kejora”.
Mereka saat itu sedang membersihkan lapangan dan menolak saat hendak dibubarkan, tambah Irjen Pol Waterpauw, seraya menambahkan polisi juga sudah merubuhkan tiang tersebut dengan cara digergaji. (Abeth You/mahasiswapapua)


Kamis, 26 November 2015

HARI KEMERDEKAAN PAPUA BARAT BUKAN UNTUK MENCIPTAKAN KETEGANGAN


Jayapura, Papuamahasiswa – Menjelang 1 Desember yang diperingati sebagian orang asli Papua sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat disikapi legislator Papua Laurenzus Kadepa.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Pemerintahan, Hukum dan HAM itu mengatakan, tak harus menciptakan ketegangan dihari bersejarah untuk orang asli Papua itu. Semua pihak, baik yang pro Merdeka maupun NKRI harga mati harus menahan diri agar tak mengorbankan masyarakat sipil yang tak bersalah.

“Semua kelompok yang ada jangan jadikan momen 1 Desember mengacaukan Papua. Jangan menciptakan ketegangan di masyarakat. Kelompok pro merdeka jika ingin memperingati 1 Desember lakukan dengan tertib, tak menggangu masyarakat lain atau berbuat anarkis. Kelompok pro NKRI jangan menjadikan itu momen menjustifikasi orang,” kata Kadepa via teleponnya kepada Jubi, Kamis (26/11/2015).

Manurutnya, pihak yang ingin merayakan 1 Desember silahkan. Namun harus sesuai aturan yang ada. Kadepa khawatir, jika ada gerakan-gerakan yang dianggap bertentangan dengan hukum, akan jadi celah aparat kemanan melakukan tindakan hukum. Bisa saja berupa penangkapan yang berakhir dengan kekerasan fisik.

“Untuk aparat keamanan, jangan jadikan 1 Desember sebagai alasan menangkap orang, melakukan kekerasan, bahkan mungkin penembakan terhadap warga sipil,” ucapnya.
Katanya, pengalaman selama ini, hari-hari yang dianggap “keramat” oleh orang asli Papua selalu diwarnai dengan penangkapan, kekerasan, bahkan penembakan yang dilakukan oknum tertentu. Baik dari Orang Tak Dikenal (OTK) maupun aparat. kemanan.

“Momen 1 Desember bukan untuk menangkap orang, memukul orang, dan menembak orang. Silahkan aparat kemanan menjalankan tugas dan fungsinya. Namun jangan bertindak semena-mena,” katanya.

Terpisah, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengatakan, jika ada kelompok yang ingin melakukan ibadah pada 1 Desember mendatang dipersilahkan. Namun jangan membuat gerakan yang bertentangan dengan hukum. Misalnya pengibaran bendera Bintang Kejora atau aktivitas lainnya.

“Kami mengingatkan itu tak boleh. Tak diperbolehkan jika ada upaya pengibaran Bintang Kejora dan upacara lainnya. Hanya sebatas berdoa,” kata Waterpauw.
Katanya, jika ada yang kedapatan membawa bendera Bintang Kejora atau melakukan hal lainnya, akan ditangkap dan diproses hukum.
“Kalau ada yang melakukan kegiatan diluar ibadah misalnya upacara dan sebagainya akan dibubarkan,” ucapnya.


Seperti tahun-tahun sebelumnya, Polda Papua bersama jajarannya akan tetap melakukan pengamanan di semua wilayah hukumnya. (Arjuna Pademme) **Mahasiswa Papua
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com